Jumat, 08 Oktober 2010

Alam Ingin Berbicara


Malam itu terlihat tak seperti biasanya. Tampak sunyi dan lenggang. Angin malam bertiup dengan lembut dan perhiasan malam mulai memancarkan pesona mereka di langit kelam ketika mentari tua telah menutup matanya di cakrawala barat, tetapi semua orang masih sibuk mencengkeram tipu daya dunia berserta gonjang-ganjing mereka di alam semesta ini. Bintang-bintang dan awan bersama dengan bulan dalam kereta peraknya untuk melihat semua yang terjadi di permukaan bumi.

Bintang-bintang telah meredupkan kerlipan mereka, dan menyapa, “Oh! Wahai Ibu Pertiwi, kau tampak sedih. Apa yang terjadi denganmu dibawah sana??”

“Aku sangat sedih, mereka selalu membuatku sedih dan mereka tak pernah menyadari hal itu.”

“Mereka? Siapakah mereka, Ibu Pertiwi?” Bulan bertanya.

“Semua mahluk yang disebut dengan ‘Manusia’!!! mereka selalu berdansa dengan keserakahan mereka di atas permukaan tubuhku. Mereka tidak menghiraukan dan merusak kondisiku dengan perang yang meluber dimana-mana, selalu saling menjatuhkan satu sama lain hanya untuk memperoleh sesuatu yang disebut dengan ‘Harta-Tahta-Wanita’. Pencemaran dimana-mana, bahkan mereka telah menyebar-luaskan pencemaran yang mengerikan disebut dengan ‘Pencemaran hati & fikiran’ dengan ‘Pemahaman buta-tolol-idiot’ … kesombongan, keserakahan, dan semua perbuatan yang sangat merusak diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungan!!”

Sang Laut berkata, “Ya, Kau benar, Ibu Pertiwi.”

“Lalu, apa yang akan kau lakukan, Wahai Ibu Pertiwi?” Tanya sang rembulan.

“Aku hanya melakukan tugas dari ‘Sang Pemilik Segalanya Diatas Sang pemilik Segalanya’ untuk memberikan pelajaran yang tidak akan terlupakan sepanjang sejarah mereka sebagai manusia dalam periode ini.” Jawab Sang Ibu Pertiwi begitu tegas.

Malam berlalu dengan cepat. Semua manusia terlelap dalam tidurnya seperti terlelapnya mereka dalam tipu daya dunia tanpa berfikir dan merasakan “Apakah ada kesehatan dan kesempatan untuk menjadi lebih baik di esok hari ketika kubuka mataku untuk menyambut fajar?”

Kelamnya sang malam seiring dengan detak jantung telah berubah merah di garis cakrawala timur, tanda pagi telah merekah dan mentari mulai membuka matanya begitu lebar untuk menjadi saksi. Para anjing mulai mengonggong untuk mengingatkan para majikan mereka agar berlari sejauh mungkin tetapi tak ada satupun majikan yang memperdulikan gonggongan anjing mereka,melainkan sebaliknya … mereka lebih peduli tentang ‘gonggongan anjing dalam hati mereka.’

Burung-burung mengepakkan sayap mereka untuk terbang sejauh mungkin, semut-semut, dan para hayawan lainnya juga mempercepat derap lari mereka untuk bergerak ke tempat lain. Tetapi sayangnya, pagi itu … semua manusia justru sebaliknya, mereka menggepakkan ‘sayap-sayap kesombongan’ dan mempercepat derap lari ‘Keserakahan, kepalsuan, dan kekuasaan fatamorgana’ .. hingga membuat Sang Ibu Pertiwi menjerit dengan nyaring dan bergetar. “CUUUKKKKUUPP!! Hentikan perbuatan buta hati kalian, hei manusia!!”

Jeritan sang Ibu pertiwi yang menyentak dan bergetar membuat Sang Laut benar-benar terkejut hingga melonjak sangat tinggi membentuk dinding raksasa yang mengerikan kemudian menggulung dan menyapu semuanya. “Kemanakah kau akan melarikan diri, hei manusia?!! Buktikan kepada seluruh mahluk di alam semesta ini bahwa semua keserakahan, kepalsuan, kesombongan, kecantikan, kemewahan, kekuasaan, kepandaian, pemahaman sempit yang selama ini kalian semua banggakan itu dapat menyelamatkan jiwamu dari malapetaka.” Teriak sang Laut. Pada saat itu semua manusia hanyut terbawa dalam ‘lautan kepanikan, ketakutan, kesedihan, dan kecemasan’ bersamaan dengan tubuh mereka yang tergulung dalam ‘Lautan kesakitan yang amat sangat’.
Ketika semua telah berlalu, terlihat sebuah bangunan yang masih berdiri tetap bertahan meskipun di sekitarnya banyak puing-puing yang hancur berkeping-keping terhantam gelombang Sang Laut dan terguncang oleh teriakan Sang Ibu Pertiwi. Di gedung itu dan di sudut ruangan tampak seorang gadis kecil dengan matanya yang basah, dia beranjak jauh keluar dan bertanya, “Apa yang terjadi, wahai sobatku?”

Beberapa saat kemudian, semua kayu penyangga bangunan mulai berderit kemudian membuka mulut dan berkata “Tidak ada satupun mahluk yang bisa melarikan diri dari ‘Sang Pemilik Segalanya Diatas Sang Pemilik Segalanya’. Percaya atau tidak percaya, melihat atau tidak mau melihat, suka atau tidak suka sama sekali semuanya itu terserah hati manusia, tetapi semua yang hancur lebur diluar sana telah menjadi saksi mata. Setiap orang baik yang tampan, cantik, jelek, kaya, miskin, pintar, dan terkenal, bahkan seorang majikan dan budaknya telah tergulung bersama dalam gelombang laut.”

“Jadi, aku ingin tahu … “ si gadis kecil bertanya. “Dimanakah kemewahan, kecantikan, kepandaian, kemiskinan, popularitas, kekuasaan, kepalsuan, kesombongan, keserakahan, kebencian yang tidak pada tempatnya, kekayaan yang selama ini manusia geluti?? Yang selama ini manusia banggakan??? Yang selama ini manusia puja?? Yang selama ini manusia kejar seakan-akan mereka merasa hidup di dunia ini selamanya??? .. . yang paling menakutkan dari yang paling menakutkan adalah ketika kita tidak ingin ‘melihat dan merasakan’ tanda kebesaran dari ‘Sang Pemilik Segalanya Diatas Sang Pemilik Segalanya’, padahal pada kenyataannya .. kita benar-benar ‘telanjang’ dalam arti kita tidak mempunyai apa-apa dan kita tidak bisa berbuat apa-apa bahkan untuk mengedipkan mata saja kita sebenarnya membutuhkan pertolongan Tuhan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar